Kamis, 14 Juli 2011

Istri Yang Sholehah




Hari itu merupakan hari bahagiaku, alhamdulillah. Aku telah menyempurnakan separo dienku: menikah. Aku benar-benar bahagia sehingga tak lupa setiap sepertiga malam terakhir aku mengucap puji syukur kepada-Nya.

Hari demi hari pun aku lalui dengan kebahagiaan bersama istri tercintaku. Aku tidak menyangka, begitu sayangnya Allah Subhanahu wa Ta’ala kepadaku dengan memberikan seorang pendamping yang setiap waktu selalu mengingatkanku ketika aku lalai kepada-Nya. Wajahnya yang tertutup cadar, menambah hatiku tenang.

Yang lebih bersyukur lagi, hatiku terasa tenteram ketika harus meninggalkan istri untuk bekerja. Saat pergi dan pulang kerja, senyuman indahnya selalu menyambutku sebelum aku berucap salam. Bahkan, sampai saat ini aku belum bisa mendahului ucapan salamnya karena selalu terdahului olehnya. Subhanallah.

Wida, begitulah nama istri shalihahku. Usianya lebih tua dua tahun dari aku. Sekalipun usianya lebih tua, dia belum pernah berkata lebih keras daripada perkataanku. Setiap yang aku perintahkan, selalu dituruti dengan senyuman indahnya.

Sempat aku mencobanya memerintah berbohong dengan mengatakan kalau nanti ada yang mencariku, katakanlah aku tidak ada. Mendengar itu, istriku langsung menangis dan memelukku seraya berujar, “Apakah Aa’ (Kakanda) tega membiarkan aku berada di neraka karena perbuatan ini?”

Aku pun tersenyum, lalu kukatakan bahwa itu hanya ingin mencoba keimanannya. Mendengar itu, langsung saja aku mendapat cubitan kecil darinya dan kami pun tertawa.

Sungguh, ini adalah kebahagiaan yang teramat sangat sehingga jika aku harus menggambarkanya, aku tak akan bisa. Dan sangat benar apa yang dikatakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Dunia hanyalah kesenangan sementara dan tidak ada kesenangan dunia yang lebih baik daripada istri shalihah.” (Riwayat An-Nasa’i dan Ibnu Majah).

Hari terus berganti dan tak terasa usia pernikahanku sudah lima bulan. Masya Allah.

Suatu malam istriku menangis tersedu-sedu, sehingga membangunkanku yang tengah tertidur. Merasa heran, aku pun bertanya kenapa dia menangis malam-malam begini.

Istriku hanya diam tertunduk dan masih dalam isakan tangisnya. Aku peluk erat dan aku belai rambutnya yang hitam pekat. Aku coba bertanya sekali lagi, apa penyebabnya? Setahuku, istriku cuma menangis ketika dalam keadaan shalat malam, tidak seperti malam itu.

Akhirnya, dengan berat hati istriku menceritakan penyebabnya. Astaghfirullah… alhamdulillah, aku terperanjat dan juga bahagia mendengar alasannya menangis. Istriku bilang, dia sedang hamil tiga bulan dan malam itu lagi mengidam. Dia ingin makan mie ayam kesukaanya tapi takut aku marah jika permohonannya itu diutarakan. Terlebih malam-malam begini, dia tidak mau merepotkanku.

Demi istri tersayang, malam itu aku bergegas meluncur mencari mie ayam kesukaannya. Alhamdulillah, walau memerlukan waktu yang lama dan harus mengiba kepada tukang mie (karena sudah tutup), akhirnya aku pun mendapatkannya.

Awalnya, tukang mie enggan memenuhi permintaanku. Namun setelah aku ceritakan apa yang terjadi, tukang mie itu pun tersenyum dan langsung menuju dapurnya. Tak lama kemudian memberikan bingkisan kecil berisi mie ayam permintaan istriku.

Ketika aku hendak membayar, dengan santun tukang mie tersebut berujar, “Nak, simpanlah uang itu buat anakmu kelak karena malam ini bapak merasa bahagia bisa menolong kamu. Sungguh pembalasan Allah lebih aku utamakan.”

Aku terenyuh. Begitu ikhlasnya si penjual mie itu. Setelah mengucapkan syukur dan tak lupa berterima kasih, aku pamit. Aku lihat senyumannya mengantar kepergianku.

“Alhamdulillah,” kata istriku ketika aku ceritakan begitu baiknya tukang mie itu. “Allah begitu sayang kepada kita dan ini harus kita syukuri, sungguh Allah akan menggantinya dengan pahala berlipat apa yang kita dan bapak itu lakukan malam ini,” katanya. Aku pun mengaminkannya.

(Hidayatullah)
sumber:www.kisahislam.com

PUASA ORANG DI DAERAH YANG SIANGNYA LEBIH LAMA DARIPADA MALAMNYA



Bersama : Al Ustadz al-Hafidz Sigit Pranowo, Lc.
Pertanyaan :
Berapa jam lamanya berpuasa pada siang hari??adakah batas waktu tertentunya?karena setiap negara mempunyai waktu dan musim yang berbeda,terlebih lagi jika daerah atau negara yang siangnya lebih lama dibanding malamnya?

Jawaban :
Waktu diwajibkan bagi seorang yang berpuasa untuk menahan dari hal-hal yang membatalkan puasanya adalah sejak terbit fajar hingga terbenam matahari berdasarkan firman Allah swt :
وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

Artinya : “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al Baqoroh : 187)
Hal ini berlaku umum bagi setiap muslim yang tinggal di wilayah yang di situ masih bisa dibedakan antara siang dan malamnya dan jumlah keduanya adalah 24 jam meskipun terkadang siangnya lebih panjang dari malamnya di satu musim atau sebaliknya di musim yang lain.
Hai’ah Kibar al Ulama Saudi Arabia didalam fatwanya menyebutkan :
1. Barangsiapa yang menetap di suatu negeri yang malam harinya bisa dibedakan dari siangnya dengan terbit fajar dan tenggelam matahari hanya saja siang harinya panjang sekali disaat musim panas dan pendek disaat musim dingin maka diwajibkan baginya melaksanakan shalat lima waktu pada waktu-waktu yang telah ditetapkan syariat, berdasarkan keumuman firman Allah swt :
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

Artinya : “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Israa : 78)
إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا

Artinya : “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (QS. An Nisaa : 103)
Diriwayatkan dari Abdullah bin ‘Amr bin al Ash bahwa Rasulullah saw bersabda"Waktu shalat zhuhur adalah jika matahari telah condong dan bayangan sesorang seperti panjangnya selama belum tiba waktu shalat ashar, dan waktu shalat ashar selama matahari belum menguning, dan waktu shalat maghrib selama mega merah (syafaq) belum menghilang, dan waktu shalat isya` hingga tengah malam, dan waktu shalat shubuh semenjak terbit fajar selama matahari belum terbit, jika matahari terbit, maka janganlah melaksanakan shalat, sebab ia terbit diantara dua tanduk setan." HR. Muslim (612)
Dan hadits-hadits lainnya yang menerangkan tentang batas waktu-waktu shalat lima waktu baik hadits yang berupa perkaataan maupun perbuatan. Dan tidaklah dibedakan antara panjang dan pendeknya siang hari serta panjang dan pendeknya malam hari selama waktu-waktu shalat tersebut bisa dibedakan dengan tanda-tandanya sebagaimana diterangkan Rasulullah saw. Itulah yang terkait dengan batas waktu-waktu shalat.
Adapun tentang batas waktu-waktu puasa mereka pada bulan Ramadhan maka diharuskan bagi orang-orang yang telah mukallaf (telah diwajibkan atasnya puasa) diharuskan untuk menahan dari makan, minum dan segala yang dapat membatalkan puasanya setiap hari sejak terbit fajar hingga tenggelam matahari di negeri mereka selama siang harinya bisa dibedakan dari malamnya di negeri mereka itu dan keseluruhan waktu keduanya adalah 24 jam. Dihalalkan bagi mereka makan, minum, berjima’ dan sejenisnya hanya pada waktu malam hari saja meskipun waktu malamnya pendek. Karena syariat Islam adalah universal mencakup seluruh manusia di setiap negeri. Firman Allah sw:
وَكُلُواْ وَاشْرَبُواْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ

Artinya : “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. Al Baqoroh : 187)
Dan barangsiapa yang tidak mampu untuk menyempurnakan puasanya hari itu dikarenakan panjangnya (siang hari), melalui tanda-tandanya, pengalaman atau pernyataan seorang dokter yang cerdas lagi bisa dipercaya atau dugaannya bahwa puasa itu dapat membuatnya celaka atau karena dirinya sakit keras atau puasa menjadikannya bertambah sakit atau lama sembuhnya maka dibolehkan untuk mengqodho hari-hari yang tidak berpuasa di bulan mana pun saat dirinya memiliki kesanggupan untuk mengqodhonya, firman Allah :
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Artinya “Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqoroh : 185)

Artinya : “Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al Hajj : 78)
2. Barangsiapa yang menetap di negeri dimana matahari tidaklah tenggelam diwaktu musim panas dan tidaklah terbit di waktu musim dingin atau di negeri yang siangnya berlangsung terus menerus selama enam bulan dan malamnya berlangsung terus menerus selama enam bulan maka diwajibkan bagi mereka untuk tetap melaksanakan shalat-shalat lima waktu di setiap 24 jam serta memperkirakan dan menentukan waktu-waktunya dengan bersandar kepada negeri terdekat yang di situ dapat dibedakan waktu-waktu shalat wajibnya, berdasarkan riwayat didalam hadits israa dan miraj bahwa Allah swt telah mewajibkan 50 shalat sehari semalam lalu Nabi saw meminta keringanan kepada Tuhannya hingga Allah berfirman,”Wahai Muhammad! Sesungguhnya difardukan shalat lima waktu sehari semalam.” HR. Muslim (162)
Juga apa yang diriwayatkan dari Thalhah bin Ubaidillah berkata,”Telah datang kepada Rasulullah saw seorang dari penduduk Najed dalam keadaan kepalanya penuh debu dengan suaranya yang keras terdengar, namun tidak dapat dimengerti apa maksud yang diucapkannya, hingga mendekat (kepada Nabi saw) kemudian dia bertanya tentang Islam, maka Rasulullah saw menjawab: "Shalat lima kali dalam sehari semalam". Kata orang itu: "apakah ada lagi selainnya buatku". Nabi saw menjawab: "Tidak ada kecuali yang thathawu' (sunnat)…". HR. Bukhori (46) Muslim (11)
Diriwayatkan bahwa Nabi saw berbicara kepada para sahabatnya tentang al Masih ad Dajjal. Mereka bertanya: Berapa lama ia tinggal di bumi? Rasulullah saw menjawab: "Empat puluh hari, satu hari seperti setahun, satu hari seperti sebulan, satu hari seperti satu pekan dan hari-hari lainnya seperti hari-hari kalian." Kami bertanya: Wahai Rasulullah, itukah satu hari yang seperti satu tahun, cukupkah bagi kami shalat sehari? Rasulullah saw menjawab: "Tidak, tapi perkirakanlah ukurannya." HR. Muslim (2937).
Di dalam hadits tersebut disebutkan bahwa sehari yang seperti setahun itu tidaklah dianggap seperti satu hari sehingga cukup melaksanakan lima kali shalat saja selama itu akan tetapi diwajibkan baginya untuk shalat lima waktu setiap 24 jam. Beliau saw juga memerintahkan mereka untuk membagi-baginya sesuai dengan waktu-waktunya dengan melihat rentang waktu maskimal diantara waktu-waktunya dihari biasa di negeri mereka.
Maka diwajibkan bagi kaum muslimin di negeri itu untuk menentukan waktu-waktu shalatnya dengan bersandar kepada negeri terdekat yang di situ bisa dibedakan antara siang dan malamnya serta bisa diketahui waktu-waktu shalat lima waktunya dengan tanda-tanda syariyahnya di setiap 24 jam.
Demikian pula diwajibkan bagi mereka untuk berpuasa bulan Ramadhan serta diwajibkan bagi mereka untuk memperkirakan puasa mereka dan menentukan mulai dan berakhirnya bulan Ramadhan dan waktu mulai menahan (dari makan dan minum) serta waktu berbuka setiap harinya di awal dan akhir bulan dan dengan terbitnya fajar serta tenggelam matahari setiap harinya bersandar dengan negeri terdekat yang bisa dibedakan siang dengan malamnya yang jumlah keduanya (siang dan malam) adalah 24 jam, sebagaimana hadits Nabi saw tentang al Masih ad Dajjal dan arahan beliau saw kepada para sahabatnya tentang bagaimana menentukan waktu-waktu shalat didalamnya dan sesungguhnya dalam hal ini tidaklah ada perbedaan antara puasa dan shalat. (al Lajnah ad Daimah No. 2769)
Dengan demikian diwajibkan bagi penduduk yang tinggal di negeri-negeri yang siangnya bergantian dengan malamnya selama 24 jam untuk berpuasa menahan makan, minum, dan hal-hal lainnya yang dapat membatalkan puasanya mulai dari terbit fajar hingga tenggelam matahari meskipun waktu siangnya mencai 18 atau 19 jam. Kecuali jika pergantian siang dan malamnya di negeri mereka berlangsung lebih dari 24 jam, seperti : siangnya berlangsung hingga dua hari, sepekan, sebulan atau enam bulan maka pada keadaan seperti ini dibolehkan bagi mereka untuk memulai dan mengakhirkan puasanya dengan bersandar kepada negeri yang terdekat dengan negeri mereka.
Hal demikian diwajibkan bagi penduduk asli yang bermukim di negeri itu. Adapun setiap pendatang ke negeri tersebut dengan satu tujuan tertentu dan ketika tujuan tersebut selesai maka ia akan meninggalkan negeri itu maka ia dihukumi dengan hukum musafir baik ia tinggal di negeri itu dalam waktu yang lama atau sebentar baik diketahui bahwa tujuannya itu akan cepat atau terlambat selesainya ataupun tidak diketahuinya, demikian menurut Syeikh Ibn Utsaimin.
Beliau mendasari pendapatnya dengan firman Allah swt :
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ مِنَ الصَّلاَةِ إِنْ خِفْتُمْ أَن يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُواْ إِنَّ الْكَافِرِينَ كَانُواْ لَكُمْ عَدُوًّا مُّبِينًا

Artinya : “Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. An Nisaa : 101)
وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِن فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَؤُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَأَقْرِضُوا اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا وَمَا تُقَدِّمُوا لِأَنفُسِكُم مِّنْ خَيْرٍ تَجِدُوهُ عِندَ اللَّهِ هُوَ خَيْرًا وَأَعْظَمَ أَجْرًا وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya : “Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Muzammil : 20)
Sebagaimana diketahui bahwa orang-orang yang berjalan di bumi mencari sebagian karunia Allah terkadang menetap dalam waktu yang lama untuk berjual beli suatu barang dan karena Nabi saw tidaklah membatasi umat umat dengan batas waktu tertentu berakhirnya waktu safar…
Nabi saw pernah menetap di Mekah saat Futuh Mekah selama 19 hari dengan mengqashar shalatnya, beliau menetap di Tabuk selama 20 hari dengan mengqashar shalatnya. Anas bin Malik pernah menetap di Syam selama 2 tahun dengan mengqashar shalatnya. Al Hasan berkata,”Aku tinggal bersama Abdurrahman bin samurah di Kabul selama 2 tahun dan melaksanakan shalat seperti shalat musafir.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,”Tidak terdapat didalam Kitabullah dan tidak juga di Sunnah Rasul-Nya kecuali orang yang mukim dan musafir. Orang yang mukim adalah penduduk setempat sedangkan selain mereka adalah musafir yang diperbolehkan mengqashar shalatnya.”
Ibnul Qoyyim mengatakan,”Nabi saw menetap di Tabuk selama 20 hari dengan mengqashar shalat dan beliau saw tidaklah mengatakan kepada umatnya,’Janganlah seorang mengqashar shalatnya jika menetap lebih dari waktu itu (20 hari).’ Dia melanjutkan,”Menetapnya (selama itu) tidaklah mengeluarkannya dari hukum safar baik tinggal dalam waktu lama atau sebentar jika dia bukanlah penduduk asli dari negeri itu dan bukan pula orang yang berniat untuk menetap (mukim) di negeri itu.” (Majmu Fatawa Ibnu Utsaimin juz XVII hal 233 – 234)
Dengan demikian jika anda berniat untuk menetap selamanya di negeri tersebut maka diwajibkan bagi anda untuk berpuasa seperti penduduk setempat dengan memulai puasanya sejak terbit fajar hingga tenggelam matahari di negeri itu baik siang harinya lebih panjang dari malamnya di musim panas atau sebaliknya di musim dingin.
Adapun jika anda tidak berniat menetap di negeri tersebut akan tetapi hanya untuk suatu tujuan tertentu saja, seperti : studi, bisnis atau lainnya maka anda dianggap sebagai seorang musafir yang diperbolehkan bagi anda untuk tidak berpuasa, sebagaimana firman Allah :
فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَن كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ

Artinya “Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain.” (QS. Al Baqoroh : 185)
Namun demikian jika memang anda memiliki kesanggupan untuk berpuasa dalam keadaan demikian, tidak mengkhawatirkan adanya kepayahan dan kemudharatan dalam diri anda maka berpuasa adalah lebih baik bagi anda demi mendapatkan keutamaan bulan Ramadhan dan menyegerakan selesainya kewajiban dari diri anda. Akan tetapi jika keadaan anda sebaliknya maka dibolehkan bagi anda untuk berbuka atau tidak berpuasa dan menggantinya di bulan-bulan lainnya di luar Ramadhan.

PENYEBAB 4 MUSIM?

Periode: Sekitar Maret – September



A. Penjelasan Kondisi:

Kutub utara bumi agak “belok”, mendekati Matahari.
Kutub selatan yang jadi menjauh.

B. Pengaruh pada daerah Utara bumi:

Kutub utara mengalami siang selama 6 bulan
Negara sebelah utara (Canada, USA, Benua Eropa)
mengalami Musim Semi & Panas Photobucket
Negara sebelah utara memiliki
siang hari lebih lama daripada malam hari

C. Pengaruh pada daerah Selatan Bumi:

Kutub selatan mengalami malam selama 6 bulan
Negara sebelah selatan (Australia, Afrika Selatan)
mengalami Musim Gugur & Dingin Photobucket
Negara sebelah selatan memiliki
malam hari lebih lama daripada siang hari


Periode: Sekitar September – Maret




A. Penjelasan Kondisi:

Kutub selatan bumi agak “belok”, mendekati Matahari.
Kutub utara yang jadi menjauh.

B. Pengaruh pada daerah Utara bumi:

Kutub utara mengalami malam selama 6 bulan
Negara sebelah utara (Canada, USA, Benua Eropa)
mengalami Musim Gugur & Dingin Photobucket
Negara sebelah utara memiliki
malam hari lebih lama daripada siang hari

C. Pengaruh pada daerah Selatan Bumi:

Kutub selatan mengalami siang selama 6 bulan
Negara sebelah selatan (Australia, Afrika Selatan)
mengalami Musim Semi & Panas Photobucket
Negara sebelah selatan memiliki
siang hari lebih lama daripada malam hari
sumber: http://ravimalekinth.wordpress.com/2010/08/29/4-musim-dan-dst/

Rabu, 13 Juli 2011

Sahur Jam 2 Pagi, Buka Puasa Jam 9 Malam




Berpuasa di negeri 4 musim, rasanya memang jauh berbeda dibanding berpuasa di negeri tropis seperti Indonesia. Beberapa cerita menarik tentang pengalaman berpuasa di Inggris saat musim panas, dituturkan mereka yang tinggal atau pernah tinggal di sana.



Sama seperti umat Islam di Indonesia, masyarakat muslim di Inggris saat ini juga tengah menjalankan ibadah puasa Ramadan. Bedanya, kaum muslim di Inggris “terpaksa” berpuasa lebih lama ketimbang di Indonesia, karena saat ini bertepatan dengan musim panas.

"Waktu berbuka puasa pada musim panas hampir mendekati pukul sembilan malam," kata seorang warga muslim di Inggris, Rahma dalam milis Kibar, Keluarga Islam Britania Raya.

Namun Rahma pernah mendengar kabar, ada semacam fatwa menyebutkan tentang keringanan bagi muslim yang tinggal dan berpuasa di daerah yang siangnya jauh lebih lama dibandingkan malam harinya, seperti di Inggris saat musim panas.

Dalam beberapa hari ini di sejumlah milis, ramai dibahas topic mengenai puasa di musim panas yang dijalani umat muslim di Inggris. Pembahasan topic etrsebut mendapat tanggapan dari berbagai anggota milis dan menjadi perdebatan menarik.

Menjalani ibadah puasa di negeri empat musim memang berbeda dengan di tanah air yang waktunya sudah pasti, dan selang waktu antara siang dan malamnya tidak terlalu drastis. Namun di Inggris, Ramadan tahun ini yang jatuh di musim panas, siangnya lebih lama ketimbang malamnya.

"Saya ingat waktu pertama kali pusa Ramadan di negeri Ratu Elizabeth, tahun 1986. Itu merupakan puasa yang paling panjang seumur hidup saya karena di tahun tersebut bulan Ramadan jatuh pada bulan Juli, saat musim panas," ujar Naniek Sobirin yang akrab disapa Mbak Nanik.

Mbak Nani lalu bertutur, dia masih teringat saat hari pertama puasa harus sahur pukul dua pagi dan makan seadanya, maklum jauh dari orang tua. Katanya, menunggu waktu subuh yang hanya beberapa menit terasa sangat lama karena bergelut dengan rasa kantuk yang sangat menyiksa.

Meski demikian, haus dan lapar yang biasa mendera saat berpuasa, justru tidak dia rasakan, karena temperatur udara di sana tidak menyengat seperti di Indonesia, walaupun sedang musim panas. "Saya ingat saat itu meskipun musim panas tapi saya harus menggunakan jaket karena merasa kedinginan," ujarnya.

Menurut Mbak Nanik ujian yang cukup berat saat berpuasa di musim panas itu, justru bukanlah haus dan lapar, melainkan menahan kantuk. Sebab, waktu berbuka pada saat itu adalah sekitar pukul 09.25 malam, kemudian berbuka puasa, kemudian salat maghrib.

Godaan kantuk datang di saat menunggu waktu salat isya hingga saat melaksanakan salat tarawih. Karena salat tarawih bisa berlangsung pada tengah malam. "Benar-benar godaan antara ibadah dan tempat tidur, akibatnya saya tidak menjalankan tarawih penuh dan ia juga bersyukur sebagai wanita ada waktunya tidak berpuasa," ujar istri dari Sobirin ini.

Diakuinya meskipun puasa yang dijalani cukup panjang namun Mbak Nanik dapat menjalaninya dengan baik, meskipun banyak juga yang tidak berpuasa atau malah berpuasa sahurnya ikut waktu Inggris tapi waktu bukanya ikut waktu Mekkah.

"Saya tidak tahu fatwa mana saat itu tapi saya menjalankan menurut hitungan sebelum matahari terbit dan setelah matahari terbenam," ujarnya.

Menurut Nanik makan sahur pun merasa malas karena mengantuk dan masih kenyang, kadang hanya minum ataupun makan roti, tapi ini berakibat buruk karena pada pukul empat sore perut sudah "bernyanyi", dan badan sudah kedinginan.

Untuk itu, mbak Nanik menganjurkan jika akan menjalankan puasa di musim panas pada waktu berbuka makan secukupnya tapi pada saat sahur makan kenyang dan kalau bisa siang lebih baik gunakan untuk tidur, karena malam hari benar-benar untuk ibadah.

"Apalagi pada tahun 2012 dan 2015 diperkirakan umat Muslim di Inggris menjalani ibadah puasa yang terpanjang. Dapat dibayangkan masyarakat muslim yang tinggal di Glasgow ditambah 22 menit dari hitungan waktu berbuka puasa di London," ujarnya. (bersambung)

sumber: Surabaya Post Online
Kamis, 12/08/2010 | 11:02 WIB

Riyadus Sholihin "Bab Istiqomah"




"Abu Amru (Sufyan) bin Abdullah Astsaqofy r.a. berkata , YA Rasulullah ajarkan kepada saya kalimat yang menyimpulkan pengertian Islam sehingga saya tidak membutuhkan bertanya kepada seorang pun kecuali engkau, Jawab Nabi saw : Katakanlah aku percaya kepada Allah kemudian tetap konsukuen mendisiplinkan diri terhadap pengakuan (HR Muslim No. 38)"

Kandungan:
1. Iman tidak hanya di lisan, tetapi diyakini dalam hati dan dimalkan dengan erbutan
2. Kita tidak boleh ragu ketika megucapkannya
3. Contoh orang yang imannya hanya di lisan saja adalah Abdullah bin Ubaid (tokoh munafik
4. Contoh orang yang imannya hanya di hati saja adalah Abu Thalib
5. Dan contoh orang yang imannya hanya di lisa saja adalah Fir'aun
6. Dasar istiqomah adalah iman



"Abu Huroiroh ra berkata : Bersabda Nabi saw , bersedang-sedang sajalah kamu dan tetapkanlah dalam beramal, ketahulah olehmu bahwa tak seorangpun dapat selamat semata-mata tergantung kepada amal perbuatannya. Sahabat bertanya : Tidak juga engkau ya Rasulullah? Jawab Nabi saw: Tidak pula saya, kecuali Allah meliputi saya dengan rahmat dan karuniaNya"

Kandungan:
1. Amal merupakan kewajiban kita pada Allah
2. Penyebab kita masuk sura atau neraka adalah adanya rahmat Allah, bukan karena amal kita
3. Amal adalah sebab Allah memberikan rahmat, kemudian rahmat Allah yang menyebabkan kita ke neraka atau ke surga

ABAH MAMAH...KEMBALIKAN TANGAN ITA.....



Segala puji bagi Tuhan semesta alam. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, keluarga dan sahabat yang mulai Radhiallahu anhum. Dibawah ini, akan saya ceritakan sebuah kisah pilu. Cerita yang menyayat hati dan memantik siapa saja yang membaca meneteskan air mata.

Dikisahkan, sepasang pria dan wanita yang telah sah menjadi pasangan hidup memiliki seorang buah hati bernama Ita. Akan tetapi karena kesibukan mereka berdua maka mereka menyerahkan pengasuhan anak kepada pembantu.

Diusia balita, gadis kecil itu gemar senang mencoba-coba hal yang baru. Tentu saja hal itu lumrah mengingat ita masih anak-anak. Suatu waktu saat ayah dan ibunya kerja, Ita bermain mencorat-coret tanah dihalaman dengan batang sapu lidi tanpa pengawasan pembantu. Saat pengasuhnya sedang sibuk menjemur pakaian dekat garasi.

Bosan mengukir tanah dengan lidi, Ita pun mencari-cari mainan yang lain. Ditemukanlah paku berkarat tak jauh dari tempat ia melukis tadi. Daya imaginasi dan rasa ingin tahunya membuat ia ingin mencoba hal yang baru dengan benda yang belum lama ia dapatkan. Dilihatlah mobil hitam ayah yang kebetulan jarang dipakai kerja. Tak lama berselang, mobil baru itu telah dipenuhi gambar hasil kreativitas ita menggunakan kuas paku berkarat.

Saat sang ayah tiba, dengan penuh rasa bangga ita memamerkan kepada beliau karya yang tadi ia lukis di body mobil. Alih-alih mendamba sanjungan dari orang tua tercinta yang selama ini kurang membeeri perhatian padanya, ita malah mendapat kemarahan besar dari bapaknya. Setelah pembantu diamuk nafsu amarah ayah karena lalai menjaga anaknya. Lantas lelaki tersebut menghukum Ita.

Demi alasan kedisplinan. Sang orang tua tidak merasa cukup meluruskan kesalahan anaknya dengan ucapan nasehat. Ita pun tidak lepas dari pukulan sang ayah. Pukulan demi pukulan tak henti-henti menimpa dua tangan mungil balita tersebut. akibat emosi yang lepas kontrol. Tidak hanya dengan tangan, mistar, ranting dan lidi juga dijadikan alat untuk menyakiti buah hatinya.

Menjerit-jerit. Ita memohon kepada bapaknya untuk menghentikan pukulan. “Ampun, Bah! Sakit..... sakit, ampun!” teriak ita sambil menangis dan menahan rasa perih ditangan yang sudah mulai mengeluarkan darah. Walaupun tidak ikut menyiksa anaknya, sang ibu justru diam. Seolah-olah sepakat dengan tindakan irasional suaminya.

Puas memukuli tangan tak berdosa. Si bapak menyuruh babby sitter memboyong ita kedalam kamarnya. Diselipi perasaan iba dan pilu, ia mematuhi perintah majikan menggendong ita menuju tempat tidurnya.

Sore hari pun tiba. Tatkala dimandikan, ita menjerit-jerit kesakitan akibat luka yang terkena air. Tak butuh waktu lama bagi bakteri untuk menginfeksi tangan mungil itu. Esok harinya tangan ita sudah membengkak. Seolah-olah tak terjadi apa-apa, meskipun telah dikabari oleh pengasuh ita. Kedua orang tua balita itu tetap berangkat kerja seperti biasa tanpa menaruh perhatian lebih kepada sang anak yang tengah menderita. Bahkan ketika suhu bada ita meninggi, mereka hanya menyuruh pembantu untuk mengolesi tangan ita dengan salep.

Waktu terus berjalan dan haripun berganti sementara belum ada tanda-tanda tangan ita sembuh. Malah semakin membengkak dan membusuk mengeluarkan nanah akibat tidak ditangani medis secara optimal. Ketika dilapori pembantu perihal keadaan buah hatiyang semakin buruk. Kedua orang tua yang amat sangat sibuk bekerja itu hanya berpesan agar pembantu memberi ita obat penurun panas. Sampai pada suatu waktu saat suhu tubuh gadis kecil itu mencapai titik maksimum, itapun mulai mengigau tidak sadar. Disaat demikian barulah ayah dan ibunya memiliki kesadaran untuk segera melarikan ita ke rumah sakit.

Nasi telah menjadi bubur. Hasil diagnosa dokter menyatakan bahwa tangan ita telah membusuk sedemikian parah hingga tak dapat lagi diobati. Amputasi hanya satu-satunya solusi untuk menyelamatkan nyawa Ita. Hal itu dilakukan agar pembusukan tidak menyebar ke organ tubuh yang lain.

“Tidak ada jalan lain... ini sudah bernanah dan membusuk, agar bisa diselamatkan tangan anak bapak harus dipotong!”. Ujar dokter kepada orang tua balita malang itu. Bagai disambar petir, sekonyong-konyong kabar itu membuat ayah ibu ita menangis sejadi-jadinya. Penyesalan mendalam dan rasa bersalah langsung mencuat saat itu juga. Diiringi rasa berat hati dan tangisan, ditanda-tanganilah surat persetujuan tindakan amputasi atas kedua tangan buah hati yang paling dicintainya.

Selesai operasi dan efek obat bius mulai sirna, ita terbangun meski rasa sakit belum hilang. Kebingungan melihat ke dua tangan terbungkus kain putih, ita pun mulai bertanya-tanya. Apalagi disampingnya, tiga orang yang dicintainya yaitu ayah, ibu dan pengasuh tampak menangis tersedu-sedu.

Terbata-bata, ita memanggil kedua orang tuanya. “Mamah, abah, ita tidak akan melakukan itu lagi”!. “Ita sayang abah, mama, juga bibi, Ita minta ampun sudah merusak mobil abah!” mendengar permintaan maaf tulus anak yang amat mereka kasihi, mereka samakin pilu lalu menangis sejadi-jadinya.

“Bah, ita mohon kembalikan tangan ita sekarang, untuk apa diambil? Ita janji tidak lagi-lagi nakal mencoret mobil abah!”. “Bagaimana jika nanti itu main dengan teman karena tangan ita sudah diambil?” Abah ... Mamah, tolong kembaliin, pinjam sebentar saja. Ita mau menyalami Abah, Mamah dan Bibi untuk mohon maaf!”

Sampai disini akhir cerita ita dan ke dua orang tuanya serta pembantunya. Mudah-mudah kita bisa mengambil pelajaran dari kisah ini. Agar tidak ada lagi ita-ita lain yang menangis merengek meminta tangannya kembali. Jujur saat menulisan ulang cerita dalam gaya bahasa yang berbeda, penulis ingin menangis rasanya. Tak tega melihat gadis mungil tak berdosa menderita akibat kesalahan orang tua yang tidak bertanggung jawab. Padahal diberbagai belahan dunia, banyak pasangan suami istri yang mendamba kelahiran anak penerus keturunan.[1]

Alhamdulillah aladzi bi ni’matihi tatimush shalihaat

WISMA Darut Tauhid 13 Juli 2011-07-13 Rahmat Ariza Puta



[1] Ditulis ulang dari buku setengan isi setengah kosong karya Parlindungan Marpaunn halaman 16


Minggu, 10 Juli 2011

PELATIHAN BEKAM BERSERTIFIKAT


Assalamu'alaykum Warahmatullahi Wabarakatuh.



Assabil Holy Holistic, salah satu klinik hijamah yang mengutamakan sunah dan mengedepankan standar medis (peralatan steril dan higienis) mengadakan pelatihan bekam yang akan dilaksanakan pada:



Hari/tanggal : Sabtu-Ahad, 23-24 Juli 2011

Pukul : 08.00-18.00 WIB

Tempat: Klinik Assabil Holy Holistic (jalan cipinang cempedak IV no. 42 Otista Polonia Jakarta Timur)

Telp: 021-32553232/ 0812345671413



Fasilitas:

1. Diktat

2. Sertifikat yang dilegalisir oleh PLS DIKMENTI DIKNAS RI

3. Buku anatomi hijamah

4. Poster anatomi hijamah

5. Peralatan bekam (cup, kleam pean, scaple)

6. Snack

7. Makan



dan dengan FASILITAS TAMBAHAN BAGI ALUMNI PELIHAN HIJAMAH ASSABIL HOLY HOLISTIC :



1. Discount 20% untuk pembelian herba di klinik Assabil Holy Holistic

2. Latihan menghijamah secara langsung dengan menggunakan PISTURI/PISAU BEDAH bukan menggunakan Jarum/Lancet

3. Magang



Materi:

1. Dasar akidah

2. Pengenalan hijamah

3. Pengenalan cardiovaskuler

4. Pengenalan anatomi kulit

5. Praktikum tahap awal

6. Pengenalan penyakit sekaligus pembahasan titik anatomi hijamah

7. Anamnesa penyakit dan herba



Kontribusi : Rp. 950.000,00 dengan biaya pendaftaran Rp. 100.000,00 yang bisa dikirim ke rekening BCA 8850396001 atas nama Kathur Suhardi





Mengetahui,

Pimpinan Assabil Holy Holistic





H. Kathur Suhardi











Keterangan lebih lanjut dapat dibuka di http://www.assabil-aho2.com/

Sabtu, 09 Juli 2011

Kriteria Calon Istri Idaman (seri 1), "Taat Beragama dan Berakhlak Baik"



Disusun oleh Abu Abdil Muhsin Firanda

Prolog
Istri yang bisa membahagiakan suami merupakan idaman, dambaan, dan impian setiap lelaki. Oleh karena itu mencari calon istri bukanlah perkara yang sepele, bahkan ia merupakan perkara yang sakral yang hendaknya setiap lelaki berusaha sebisa mungkin untuk meraih calon istri yang terbaik. Barangsiapa yang salah melangkah tatkala memilih calon istri maka ia akan menyesal dengan penyesalan yang sangat dalam, bagaimana tidak?? istri adalah teman hidup untuk waktu yang bukan hanya sebentar, tetapi bertahun-tahun…, bahkan bisa sebagai teman hidupnya hingga akhir hayatnya…?. Bayangkanlah…, seandainya istri yang menemani perjalanan hidupnya adalah wanita yang baik yang selalu membahagikan hatinya, yang menyejukkan mata jika dipandang…, oh… sungguh nikmat perjalanan hidupnya itu. Namun bayangkanlah seandainya yang terjadi adalah sebaliknya??,

Bayangkanlah jika teman perjalanan hidup anda adalah seorang wanita yang selalu membuat hati anda jengkel, selalu menghabiskan harta anda, selalu melanggar perintah anda, selalu dan selalu…, sungguh perjalanan hidup yang sangat buruk sekali.

Karenanya wajar jika kita dapati sebagian para bujangan bagitu berhati-hati dalam mencari belahan jiwanya??, sampai-sampai kita dapati ada yang bertahun-tahun mencari informasi untuk mencari istri yang ideal, persyaratan yang bertumpuk dipasangnya demi mendapatkan calon yang ideal, namun….akhirnya iapun tak mampu mendapatkan wanita sesuai dengan persyaratan (kriteria) yang telah dicanangkannya??, akhirnya persyaratan yang dipasangnyapun harus ia gugurkan satu-demi satu hingga ia bisa mendapatkan istri.

Pintu mencari istri ini ternyata bukan hanya terbuka bagi para bujangan, namun ia terbuka lebar juga bagi para suami yang masih beristri satu atau beristri dua, atau bahkan yang beristri tiga. Bahkan bisa jadi sebagian mereka lebih bersemangat dibandingkan para pemuda yang masih setia membujang !!?

Seseorang yang telah beristri biasanya lebih mudah dalam menentukan istri yang ideal karena ia telah banyak makan garam dengan istri lamanya, ia lebih mengenal seluk beluk kehidupan wanita, intinya ia lebih mengetahui medan yang akan dihadapinya sehingga petualangannya mencari istri baru lebih mudah dijalaninya. Berbeda dengan orang yang masih bujang, yang belum mengenal medan yang akan ditempuhnya, ia hanya mengandalkan instingnya. Terkadang ia berhasil memperoleh istri idamannya dan tidak jarang iapun terperosok dalam jebakan sehingga akhirnya ia mendapatkan istri yang selalu menggelisahkan hatinya. Terkadang informasi yang ia dapatkan tentang calon istrinya tidak sesuai dengan kenyataan…., apalagi sebagian para bujangan terlalu terburu-buru ingin cepat menikah (walaupun terkadang niatnya baik agar tidak terjatuh dalam kemasiatan), namun sifat terburu-buru ini terkadang membawa kemudhorotan baginya karena ia tidak mencari informasi tentang sifat-sifat calon istrinya dengan baik akhirnya iapun tertipu.

Berkata Syaikh Abdulmuhsin Al-Qosim, “Sifat-sifat batin wanita dan akhlaknya tidak nampak hakikatnya kecuali setelah menikah. Betapa banyak wanita yang dipuji akan sifat-sifatnya kemudian di kemudian hari ternyata sifat-sifatnya malah sebaliknya”[1]

Oleh karena itu penulis mencoba untuk memaparkan sedikit penjelasan para ulama tentang kriteria-kriteria istri idaman menurut ajaran Islam, yang tentunya jika seseorang berhasil mendapatkan istri yang sesuai dengan kriteria-kriteria tersebut maka insya Allah ia akan menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan. Dan bagi para petualang pencari istri bisa memasang persyaratan (kriteria) calon yang diharapkannya dengan persyaratan-persyaratan yang wajar dan masuk akal, selain itu ia bisa menimbang manakah diantara keriteria-kriteria tersebut yang tetap harus ada dan manakah yang masih bisa digugurkan mengingat sikon.



Muqoddimah

Pernikahan merupakan ajaran yang sangat dianjurkan dalam syari'at Islam mengingat betapa banyak keutamaan dan fadhilah yang bisa diraih oleh seorang pria muslim dan wanita muslimah dalam mahligai rumah tangga. Bahkan mayoritas ulama berpendapat bahwasanya kondisi seseorang yang menikah itu jauh lebih baik daripada kondisi seseorang yang membujang meskipun membujangnya tersebut diisi dengan banyak beribadah kepada Allah.

Ibnul Qoyyim berkata, “Yang merupakan dalil bahwasanya nikah lebih mulia (afdol) daripada menyendiri (berkholwat) untuk melaksanakan ibadah-ibadah yang sunnah adalah :

Allah telah memilih pernikahan untuk para nabiNya dan para rasulNya. Allah berfirman



(وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلاً مِّن قَبْلِكَ وَجَعَلْنَا لَهُمْ أَزْوَاجاً وَذُرِّيَّةً) (الرعد : 38 )

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan. (QS. 13:38)


Allah berfirman tentang Adam



(وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا) (الأعراف : 189 )

Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya (QS. 7:189)



Musa 'alaihissalam Kaliimullah (Nabi yang Allah berbicara langsung dengannya-pen) telah menghabiskan waktu selama sepuluh tahun untuk mengembalakan kambing demi menebus mahar istrinya[2]. Dan jelas diketahui bersama nilai sepuluh tahun jika dihabiskan untuk melaksanakan ibadah-ibadah yang mustahab.

Allah telah memilihkan yang terbaik bagi nabiNya Muhammad. Allah tidak menyukai Muhammad untuk meninggalkan pernikahan bahkan Allah menikahkan beliau dengan sembilan istri atau lebih. Dan tidak ada petunjuk yang lebih baik dari petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain selain adanya kegembiraan Nabi dengan membanggakan banyaknya umatnya[3] (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)

Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain selain amalan (orang yang menikah) tidak akan berhenti setelah meinggalnya (karena meninggalkan anak yang sholeh, maka sudah cukup untuk menunjukan keafdhola menikah)

Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali akan melahirkan orang yang bersaksi akan keesaan Allah dan kerasulan Nabi (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)

Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain selain dapat menjadikan pandangan tertunduk dan menjaga kemaluan dari terjatuh pada perkara-perkara yang diharamkan oleh Allah (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)

Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali menjaga para wanita yang Allah menjaga kehormatan wanita dengan pernikahan, serta Allah memberi ganjaran kepada sang lelaki karena telah menunaikan hajatnya dan hajat sang wanita (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah). Sang lelaki dalam keledzatan-keledzatan sementara pahalanya terus bertambah (dengan bertambahnya keledzatan-keledzatan yang ia rasakan)

Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali memperbesar Islam dan memperbanyak pengikutnya serta menjengkelkan musuh-musuh Islam (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)

Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali menimbulkan ibadah-ibadah (khusus yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga-pen) yang tidak bisa dilaksanakan oleh seorang yang berkholwat untuk melaksanakan ibadah-ibadah sunnah (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)

Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali mengarahkan syahwatnya -yang memalingkannya dari keterikatan hatinya pada perkara-perkara yang lebih bermanfaat baginya baik bagi agamanya maupun dunianya- kearah yang lurus (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah). Sesungguhnya ketergantungan hati kepada syahwat atau kesungguhannya dalam melawan syahwatnya akan menghalanginya dari memperoleh perkara-perkara yang lebih bermanfaat baginya. Karena himmah (keinginan) jika telah tersalurkan kepada sesuatu maka ia akan terpalingkan dari yang lain.

Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali penjagaannya terhadap putri-putrinya jika ia bersabar terhadap mereka dan berbuat baik kepada mereka maka mereka akan menjadi penghalang yang menghalanginya dari api neraka, (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)

Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali membuahkan dua anak-anak yang meninggal sebelum dewasa yang menyebabkan Allah memasukkannya kedalam surga dengan sebab dua anak-anaknya tersebut (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah)

Kalau bukan karena pada pernikahan tidak ada keutamaan yang lain kecuali mendatangkan pertolongan Allah baginya (maka sudah cukup menunjukan akan keafdolan nikah), sebagaimana dalam hadits yang marfu’



ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَوْنُهُمْ الْمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَالْمُكَاتِبُ الَّذِي يُرِيْدُ الْأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ

Tiga golongan yang pasti Allah menolong mereka, orang yang berjihad di jalan Allah, budak yang ingin membebaskan dirinya, dan orang yang menikah karena ingin menjaga dirinya (dari berbuat kenistaan).[4]))

Demikianlah penjelasan yang sangat gamblang dari Ibnul Qoyyim[5]

Saudaraku yang membujang…, maka sungguh sangatlah jelas bagimu akan keutamaan menikah, maka tentu tidak ada lagi keraguan lagi di hatimu untuk melanjutkan derap langkah menuju mahligai pernikahan.

Akan tetapi… wanita manakah yang berhak untuk engkau nikahi…?,

Wanita manakah yang berhak untuk menjadi belahan hatimu…?,

Wanita manakah yang berhak untuk menemani perjalanan kehidupanmu..?

Berikut ini penulis mencoba memaparkan kriteria-kriteria calon wanita yang berhak untuk menjadi pasangan hidup anda –sebagaimana dijelaskan oleh para ulama-".


Kriteria-kriteianya sebagaimana berikut ini:




1. Taat beragama dan berakhlak baik

Begitu banyak hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan wanita shalihah, diantaranya:



عن أنس رضي الله عنه أن رسول الله قال مَنْ رَزَقَهُ اللهُُ امرأةً صَالِحَةً فَقَدْ أَعَانَهُ عَلَى شَطْرِ دِيْنِهِ فَلْيَتَّقِ اللهَ فِي الشَّطْرِ الْبَاقِي

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang Allah memberikan rizki kepadanya berupa istri yang shalihah berarti Allah telah menolongnya melaksanakan setengah agamanya, maka hendaknya ia beratkwa kepada Allah untuk (menyempurnakan) setengah agamanya yang tersisa”[6]



Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


تُنْكَحُ المَرْأةُ لأَرْبَعِ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وجَمَالِهَا ولِدِيْنِهَا فَاظْفَرْ بِذاتِ الدين تَرِبَتْ يَدَاك

“Wanita dinikahi karena empat perkara, karena hartanya, karena martabatnya, karena kecantikannya, dan karena agamanya, maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya (jika tidak kau lakukan)[7] maka tanganmu akan menempel dengan tanah”[8]



Ada dua pendapat di kalangan para ulama dalam memahami hadits ini[9].

Pendapat pertama, hadits ini menunjukan akan disunnahkannya seseorang mencari istri dengan memperhatikan empat perkara tersebut (harta, kedudukan (martabat), kecantikan dan agama). Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Hajar[10]

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “karena hartanya” karena jika sang wanita kaya maka ia tidak akan menuntut suaminya untuk melakukan hal-hal yang tidak dimampuinya, dan ia juga tidak memberatkan suaminya dalam nafkah keluarga dan yang lainnya”[11]

Pendapat kedua, hadits ini hanyalah menjelaskan kenyataan yang terjadi di masyarakat bahwa yang mendorong mereka menikah ada empat perkara. Dan yang disunnahkah hanyalah menikah karena mencari wanita yang baik agamanya sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits tersebut “maka hendaklah engkau mendapatkan wanita yang baik agamanya”. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Imam An-Nawawi. Beliau berkata, “Yang benar tentang makna hadits ini adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan tentang kenyataan yang biasanya terjadi di masyarakat, (mereka tatkala ingin menikah) dalam rangka mencari empat perkara ini, dan (biasanya) yang menjadi pilihan yang terakhir adalah wanita yang beragama, maka hendaknya engkau yang ingin mencari istri, dapatkanlah wanita yang baik agamanya. Bukan maksud hadits ini bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kita untuk mencari empat perkara ini”[12]

Namun menikah karena tiga perkara yang lainnya (harta, martabat, dan kecantikan) hukumnya boleh, akan tetapi tidaklah dikatakan bahwasanya hal itu sunnah jika hanya bersandar dengan hadits ini. Al-Qurthubi berkata, “Makna dari hadits ini adalah empat perkara tersebut merupakan pendorong seorang pria menikahi seorang wanita, hadits ini adalah kabar tentang kenyataan yang terjadi, dan bukanlah makna hadits bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mencari empat perkara tersebut, bahkan dzohir hadits ini menunjukan bolehnya menikah dengan tujuan salah satu dari empat perkara tersebut, namun tujuan mencari yang baik agamanya lebih utama”[13]

Syaikh Ibnu Utsaimin menjelaskan bahwa hadits ini menunjukan tidak mengapa bagi seseorang untuk menikahi wanita dengan motifasi keempat perkara ini. Sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala menyebutkan kenyataan yang ada di masyarakat bahwasanya mayoritas para lelaki yang menikahi para wanita motifasi mereka adalah salah satu dari keempat perkara ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari hal ini, hanya saja Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan untuk mencari wanita yang baik agamanya.[14]

Syaikh Sholeh Fauzan –Hafdzohullah- menjelaskan bahwasanya hendaknya seseorang memilih wanita yang taat beragama karena wanita yang taat beragama tidaklah mendatangkan kecuali hanya kebaikan. Hal ini berbeda dengan wanita yang berharta, atau yang berpamor tinggi, atau yang cantik karena mereka terkadang bisa mendatangkan kemudhorotan. Seperi wanita yang berharta, harta wanita tersebut bisa jadi menjadikan sang lelaki atau sang wanita lalai dan akhirnya menimbulkan hubungan suami istri yang jelek, demikian juga wanita berkasta tinggi atau memiliki pamor di hadapan masyarakat terkadang bisa menimbulkan akibat yang buruk seperti sang wanita tersebut merasa tinggi dan sok di hadapan sang lelaki, demikian juga kecantikan bisa menimbulkan kemudhorotan bagi sang lelaki. Berbeda dengan wanita yang sholihah, ia akan mendatangkan kemaslahatan”[15]

Demikianlah Islam menjadikan akhlak yang baik dan taat beragama merupakan timbangan utama untuk memilih seorang istri, namun hal ini tidaklah berarti Islam tidak memperhatikan faktor-faktor lain seperti kecantikan, kecerdasan, keperawanan, dan martabat. Akan tetapi Islam menegaskan dan mengingatkan bahwa hendaknya akhlak yang baik dan sifat taat beragama merupakan faktor dan timbangan utama dalam memilih istri. Adapun jika berkumpul faktor-faktor yang lain bersama faktor agama maka sungguh indah hal ini. Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Dan jika terkumpul bersama dengan sifat taat beragama faktor kecantikan, harta, dan martabat, maka inilah cahaya di atas cahaya…”[16]

Bersambung …



Catatan Kaki:
---------------------------------------
[1] Khutuwat ila As-Sa’adah hal 49

[2] Sebagaimana firman Allah

(قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَن تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْراً فَمِنْ عِندِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِن شَاء اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ) (القصص : 27 )

Berkatalah dia (Syu'aib):"Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik". (QS. 28:27)

[3] Sebagaimana sabda Nabi

عن مَعْقِل بن يَسَارٍ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ فَقَالَ "إِنِّي أَصَبْتُ امرأةً ذَاتَ حَسَبٍ وَجَمَالٍ وَإِنَّهَا لاَ تَلِدُ أَفَأَتَزَوَّجُهَا؟"، قَالَ: "لاَ". ثُمَّ أَتَاهُ الثَّانِيَةَ فَنَهَاهُ، ثُمَّ أَتَاهُ الثَّالِثَةَ فَقَالَ: "تََزَوَجُوْا الوَدُوْدَ الْوَلُوْدَ فإني مُكَاثِرٌ بِكُمُ الأُمَمَ

Dari Ma’qil bin Yasar berkata, “Datang seorang pria kepada Nabi r dan berkata, “Aku menemukan seorang wanita yang cantik dan memiliki martabat tinggi namun ia mandul apakah aku menikahinya?”, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Jangan !”, kemudian pria itu datang menemui Nabi r kedua kalinya dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap melarangnya, kemudian ia menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketiga kalinya maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Nikahilah wanita yang sangat penyayang dan yang mudah beranak banyak(subur) karena aku akan berbangga dengan kalian dihadapan umat-umat yang lain”

[4] HR At-Thirmidzi 4/184, An-Nasai di Al-Kubro 3/194, Al-Baihaqi dalam As-Sunan Al-Kubro 10/318 dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani (Misykat Al-Mashobih 2 no 3089, shahih targhib wat Tarhib 2 no 1308, goyatul marom no 210)

[5] Bada’iul Fawaaid hal 450

[6] HR At-Thabrani dalam Al-Awshath, Al-Baihaqi, Al-Hakim dan Syaikh Al-Albani berkata, “Hasan lighorihi” (Shahih At-hargib wat Tarhib 2 no 1916).

Al-Munawi berkata, “Hal ini dikarenakan musibah yang sangat besar yang menimpa dan menodai agama seseorang adalah syahwat perut dan syahwat kemaluan. Dengan adanya istri yang shalihah akan terjaga diri seseorang dari melakukan zina yang hal ini (selamatnya seseorang dari syahwat kemaluan) merupakan setengah dari agama yang pertama. Tinggal setengah yang kedua yaitu syahwat perut, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewasiatkannya untuk bertakwa menghadapi syahwat perutnya sehingga sempurna agamanya dan ia mampu untuk beristiqomah…dikhususkan wanita yang shalihah karena jika istrinya tidak shalihah meskipun ia mampu menghalangi suaminya untuk berbuat zina namun ia terkadang menghantarkan suaminya kepada perbuatan-perbuatan keharaman yang lain yang membinasakannya….” (Faidhul Qodir 6/137)

[7] Ada beberapa pendapat tentang penafsiran perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam تََرِبَتْ يَدَاكَ “kedua tanganmu akan menempel di tanah”, pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu ‘Arobi adalah ada fi’il syart yang di takdirkan yaitu “Jika engkau tidak memilih wanita yang baik agamanya” maka kedua tanganmu akan menempel di tanah. Ibarat ini digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang buruk, ada yang mengatakan bahwa maksudnya adalah “engkau akan merugi”, ada juga yang mengatakan “lemah akalmu” (Lihat Fathul Bari 9/135-136). An-Nahhas berkata, “Maksudnya adalah jika engkau tidak melakukannya maka tidak ada yang kau raih dengan kedua tanganmu kecuali tanah”. Berkata Ad-Dawudi “Ungkapan ini digunakan untuk berlebih-lebihan dalam memuji sesuatu, sebagaimana mereka berkata kepada seorang penyair (yang sangat indah bait-bait syairnya) قاتله الله “Semoga Allah memeranginya, sungguh ia telah menulis syair dengan baik” (Lihat Fathul Bari 10/550-551)

[8] HR Al-Bukhari 5/1958

Berkata An-Nawawi, “Hadits ini menunjukan motivasi untuk bergaul dengan orang-orang yang baik agamanya dalam segala perkara, karena barangsiapa yang berteman dengan mereka maka ia akan mengambil faedah dari akhlak mereka yang baik dan barokah mereka, dan baiknya jalan-jalan yang mereka tempuh serta ia akan merasa aman dari mafsadah akan datang dari mereka” (Al-Minhaj syarh shahih Muslim 10/52)

[9] Bidayatul Mujtahid 3/32

[10] Fathul Bari 9/135

[11] Umdatul Qori 20/86

[12] Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim 10/51-52, pendapat ini telah diisyaratkan oleh As-Syaukani dalam Nailul Author 9/234

[13] Fathul Bari 9/136

[14] Ceramah Syikh Ibnu Utsaimin (Syarh Bulugul Maram, kitab An-Nikaah kaset no 2)

[15] Cermah Syaikh Fauzan syarh Bulugul Maram kitab An-Nikaah kaset no 1

[16] Asy-Syarhul Mumti’ XII/13